Salah satu fitrah yang dianugerahkan Allah kepada manusia adalah kecenderungan untuk menyukai keindahan, kebersihan, dan kerapian. Kecenderungan-kecenderungan ini merupakan sifat-sifat yang tidak mungkin dihapuskan dari diri manusia. Oleh karena itu, Islam telah mensyariatkan sejumlah hukum yang berhubungan dengan fitrah-fitrah tersebut. Misalnya, Islam telah mewajibkan mandi bagi orang yang berhadats besar, dan wudlu\’ bagi orang yang berhadats kecil. Islam juga mewajibkan kaum Muslim untuk membersihkan najis yang mengenai badan, pakaian, dan tempat tinggalnya. Lebih dari itu, Islam juga mengatur hukum-hukum yang berkaitan dengan menghias diri, memakai wewangian, berbusana, dan lain sebagainya.
Dalam konteks berhias (tazayyun), sesungguhnya, syariat Islam membolehkan laki-laki dan wanita menghias dirinya dalam batas kewajaran. Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari \’Abdullah bin Mas\’ud ra, bahwasanya ia berkata;
قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
\”Ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,\”Sesungguhnya seorang laki-laki itu ingin agar bajunya bagus dan sandalnya juga bagus.\” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, \”Sesungguhnya Allah itu Indah dan menyukai keindahan..\” (HR. Muslim)
Imam al-Nasa’i meriwayatkan sebuah hadits dari \’Aisyah ra, bahwasanya ia berkata;
مَدَّتْ امْرَأَةٌ مِنْ وَرَاءِ السِّتْرِ بِيَدِهَا كِتَابًا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَبَضَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ وَقَالَ مَا أَدْرِي أَيَدُ رَجُلٍ أَوْ يَدُ امْرَأَةٍ فَقَالَتْ بَلْ امْرَأَةٌ فَقَالَ لَوْ كُنْتِ امْرَأَةً غَيَّرْتِ أَظْفَارَكِ بِالْحِنَّاءِ
\”Sesungguhnya, seorang wanita mengulurkan tangannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sebuah kitab, tetapi beliau hanya menggenggam tangan beliau. Wanita itu berkata, \”Wahai Rasulullah, aku ulurkan tanganku kepadamu dengan sebuah kitab, tetapi engkau tidak mau mengambilnya\”. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,\”Sesungguhnya aku tidak tahu, apakah ia tangan seorang wanita ataukah tangan seorang laki-laki.\’ Wanita itu berkata, \”Tetapi, ini adalah tangan wanita.\” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, \”Jika engkau seorang wanita, tentunya engkau akan mengubah warna kukumu dengan inai\”. (HR. an-Nasa\’i)
Dalam riwayat lain yang dituturkan dari Ibnu \’Abbas, disebutkan; \”Ada seorang wanita datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berbaiat kepada beliau, tetapi, dia tidak mengecat kukunya, sehingga beliau tidak mau membai\’atnya hingga ia mengecat kukunya.\” (HR. Abu Dawud)
Imam Abu Dawud meriwayatkan sebuah hadits dari \’Imran bin Husain, bahwa Nabiyullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata;
\”Perhatikan, wewangian lelaki adalah berbau namun tidak berwarna; dan perhatikanlah, wewangian wanita adalah berwarna namun tidak berbau.\’ Sa\’id (salah seorang perawi) berkata, \”Aku melihat ia mengatakan, \”Sesungguhnya mereka membawa ucapan beliau mengenai wewangian itu ke arah \”jika dia keluar rumah\”. Adapun jika dia berada di samping suaminya, dia boleh memakai wewangian yang dia sukai.\”[HR. Abu Dawud]; dan masih banyak hadits-hadits lain yang berbicara pada konteks berhiasnya seorang wanita.
Hadits-hadits di atas menunjukkan, bahwa seorang wanita mukminat diperbolehkan menghias dirinya (tazayyun) dalam batas-batas kewajaran. Namun, syariat dengan tegas melarang wanita menghias dirinya di luar batas kewajaran alias tabarruj (bersolek untuk menampakkan kecantikannya). Larangan tabarruj telah disebutkan dengan sharih di dalam al-Quran. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman;
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ
\”Perempuan-perempuan tua yang telah berhenti haidh dan kehamilan yang tidak ingin menikah lagi, tidaklah dosa atas mereka menanggalkan pakaian mereka tanpa bermaksud menampakkan perhiasannya (tabarruj).\” (QS. al-Nur: 60)
Mafhum muwafaqah ayat ini adalah, \”jika wanita-wanita tua yang telah menapouse saja dilarang melakukan tabarruj, lebih-lebih lagi wanita-wanita yang belum tua dan masih punya keinginan nikah.\”
[Yuana Ryan Tresna]
ممتاز