Oleh: Yuana Ryan Tresna
Keledai Kampung
Hukum makan daging keledai negeri/kampung adalah haram. Dalilnya,
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ – رضي الله عنه – قَالَ: – لَمَّا كَانَ يَوْمُ خَيْبَرَ, أَمَرَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَبَا طَلْحَةَ, فَنَادَى: \”إِنَّ اَللَّهَ وَرَسُولَهُ يَنْهَيَانِكُمْ عَنْ لُحُومِ اَلْحُمُرِاَلْأَهْلِيَّةِ, فَإِنَّهَا رِجْسٌ\” – مُتَّفَقٌ عَلَيْه
Dari Anas bin Malik r.a., beliau berkata: Pada ketika perang Khaibar, Rasulullah ﷺ memerintah Abu Thalhah untuk menyeru, “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya melarang kalian memakan daging keledai kampung, karena ia adalah najis. (Muttafaq ‘Alaihi)
Menurut keterangan Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim, telah terjadi perbedaan pendapat ulama mengenai hukum memakan daging keledai kampung dalam beberapa pendapat, yaitu:
1. Jumhur shahabat, tabi’in dan ulama sesudah mereka, berpendapat haram daging keledai kampung, berdasarkan penjelasan yang sharih dari hadits-hadits shahih, salah satunya adalah hadits di atas.
2. Ibnu Abbas mengatakan, tidak haram.
3. Ada tiga riwayat dari Malik, yaitu:
– Yang lebih masyhur, makruh tanzih syadidah
– Haram
– Mubah
Adapun yang terkuat adalah pendapat yang pertama sebagaimana pendapat Jumhur. Pihak yang berpendapat halal daging keledai kampung berargumentasi dengan hadits riwayat Abu Daud,
عَنْ غَالِب بْن أَبْجَرَ قَالَ : أَصَابَتْنَا سَنَة فَلَمْ يَكُنْ فِي مَالِي شَيْء أُطْعِم أَهْلِي إِلَّا شَيْء مِنْ حُمُر ، وَقَدْ كَانَ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَرَّمَ لُحُوم الْحُمُر الْأَهْلِيَّة ، فَأَتَيْت النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْت : يَا رَسُول اللَّه أَصَابَتْنَا السَّنَة فَلَمْ يَكُنْ فِي مَالِي مَا أُطْعِم أَهْلِي إِلَّا سِمَان حُمُر ، وَإِنَّك حَرَّمْت لُحُوم الْحُمُر الْأَهْلِيَّة ، فَقَالَ : أَطْعِمْ أَهْلَك مِنْ سَمِين حُمُرك ، فَإِنَّمَا حَرَّمْتهَا مِنْ أَجْل جَوَّال الْقَرْيَة
Dari Ghalib bin Abjar, berkata: Selama satu tahun kami ditimpa bencana, aku tidak mempunyai sesuatu pun yang dapat dimakan keluargaku kecuali keledai, padahal Rasulullah ﷺ telah mengharamkan daging keledai kampung. Maka aku datangi Nabi ﷺ dengan berkata: “Ya Rasulullah, selama satu tahun kami ditimpa bencana, aku tidak mempunyai sesuatu pun yang dapat dimakan keluargaku kecuali beberapa keledai gemuk, padahal engkau telah mengharamkan daging keledai kampung.” Lalu Rasulullah ﷺ bersabda: “Berikanlah keluargamu keledaimu yang gemuk itu, sesungguhnya aku haramkan keledai itu adalah karena ia binatang kampung pemakan kotoran (H.R. Abu Daud)
Imam Nawawi menjelaskan bahwa hadits ini terguncang sanadnya (mudhtharib) dan kalaupun shahih sanadnya, maka kandungan hadits ini diposisikan pada saat mudharat. (Imam al-Nawawi, Syarah Muslim, juz VI, hlm. 421)
Keledai Liar
Sedangkan keledai liar itu halal untuk dimakan dan hal ini telah menjadi ijma’ (kesepakatan) ulama. Nabi ﷺ dan para sahabatnya pun memakannya, sebagaimana terdapat riwayat yang shahih mengenai hal ini. Abu Qatadah menceritakan:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – خَرَجَ حَاجًّا ، فَخَرَجُوا مَعَهُ فَصَرَفَ طَائِفَةً مِنْهُمْ ، فِيهِمْ أَبُو قَتَادَةَ فَقَالَ خُذُوا سَاحِلَ الْبَحْرِ حَتَّى نَلْتَقِىَ . فَأَخَذُوا سَاحِلَ الْبَحْرِ ، فَلَمَّا انْصَرَفُوا أَحْرَمُوا كُلُّهُمْ إِلاَّ أَبُو قَتَادَةَ لَمْ يُحْرِمْ ، فَبَيْنَمَا هُمْ يَسِيرُونَ إِذْ رَأَوْا حُمُرَ وَحْشٍ ، فَحَمَلَ أَبُو قَتَادَةَ عَلَى الْحُمُرِ ، فَعَقَرَ مِنْهَا أَتَانًا ، فَنَزَلُوا فَأَكَلُوا مِنْ لَحْمِهَا ، وَقَالُوا أَنَأْكُلُ لَحْمَ صَيْدٍ وَنَحْنُ مُحْرِمُونَ فَحَمَلْنَا مَا بَقِىَ مِنْ لَحْمِ الأَتَانِ ، فَلَمَّا أَتَوْا رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنَّا كُنَّا أَحْرَمْنَا وَقَدْ كَانَ أَبُو قَتَادَةَ لَمْ يُحْرِمْ ، فَرَأَيْنَا حُمُرَ وَحْشٍ فَحَمَلَ عَلَيْهَا أَبُو قَتَادَةَ ، فَعَقَرَ مِنْهَا أَتَانًا ، فَنَزَلْنَا فَأَكَلْنَا مِنْ لَحْمِهَا ثُمَّ قُلْنَا أَنَأْكُلُ لَحْمَ صَيْدٍ وَنَحْنُ مُحْرِمُونَ فَحَمَلْنَا مَا بَقِىَ مِنْ لَحْمِهَا .
Rasulullah ﷺ bersama mereka (para sahabat) berangkat untuk menunaikan haji. Lalu sebagian rombongan ada yang berpisah, di antaranya adalah Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu. Beliau berkata, kepada rombongan ini: “Ambillah jalan menyusuri tepi pantai hingga kita bertemu”. Maka mereka mengambil jalan di tepian pantai. Ketika mereka hendak berangkat, semua anggota rambongan itu berihram kecuali Abu Qatadah. Ketika mereka sedang berjalan, mereka melihat ada seekor keledai liar. Maka Abu Qatadah menghampiri keledai itu lalu menyembelihnya yang sebagian dagingnya dibawa ke hadapan kami. Maka mereka berhenti lalu memakan daging keledai tersebut. Sebagian dari mereka ada yang berkata: “Apakah kita boleh memakan daging hewan buruan padahal kita sedang berihram?”. Maka kami bawa sisa daging tersebut. Ketika mereka berjumpa dengan Rasulullah ﷺ, mereka berkata: “Wahai Rasulullah, kami sedang berihram sedangkan Abu Qatadah tidak. Lalu kami melihat ada keledai-keledai liar kemudian Abu Qatadah menangkapnya lalu menyembelihnya kemudian sebagian dagingnya dibawa kepada kami, lalu kami berhenti dan memakan dari daging tersebut kemudian diantara kami ada yang berkata: “Apakah kita boleh memakan daging hewan buruan padahal kita sedang berihram?”. Lalu kami bawa sisa dagingnya itu kemari”. Beliau bertanya: “Apakah ada seseorang diantara kalian yang sedang berihram menyuruh Abu Qatadah untuk memburunya atau memberi isyarat kepadanya?”. Mereka menjawab: “Tidak ada”. Maka Beliau bersabda: “Makanlah sisa daging yang ada itu”.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kesimpulan
Dengan keterangan di atas, maka hukum daging keledai kampung adalah haram dimakan, sedangkan keledai liar adalah halal. []